22 Desember 2009

Selamat jalan nenek.

Saat kerut itu menghiasi wajahmu,

Saat suara tak lagi muda,

Saat lelah telah berujung,

Ketika itulah kau telah berpulang…

Ujianmu hilang,

Sakit yang mendera kini berganti duka,

Suatu cara penyembuhan abadi dariNya,

Namun terasa pahit untuk dirasa.

Engkau nenek perkasa,

Sketsa pengabdian seorang istri…

Prasasti cinta seorang bunda…

Dan arca kasih seorang nenek…

Masih ku ingat ketika kau rangkul aku dalam pelukmu,

Terasa hangat dalam pangkuan dan belaian kisah – kisahmu..

Masih ku ingat ketika kau suapi aku dengan penuh sabar,

Tak jarang ku nakal tapi kesabaranmu terlukis mesra dalam tutur katamu…

Masih ingat saat kau tanya bagaimana sekolahku hari ini,

Tak jarang aku mengeluh dalam hati untuk menjawabnya..

Selalu pertanyaan yang sama hingga buatku bosan.

Saat terakhir kali ku melihatmu nenekku cantik,

Ku tuturkan semua kisahku bagaimana cucumu telah beranjak remaja

Aku tak lagi perlu bantuanmu menuntunku berjalan,

Aku tak perlu lagi bantuanmu menyuapiku setiap waktu,

Aku telah SMA dan sekolahku baik – baik saja…

Aku telah tumbuh besar nenekku…

Berulang – ulang ku usap keningnya,

Tangannya..,

Rambutnya…,

Tubuhnya yang dulu kuat menggendongku kini telah rapuh..

Tenaganya yang dulu mampu mengejarku saat ku nakal kini telah lemah…

Suaranya yang dulu selalu kunanti kehadirannya kini telah bisu…

Nenek, masih banyak yang ingin ku tunjukkan padamu

Aku ingin kau bertepuk bangga melihatku memakai toga…

Aku ingin kau tersenyum saat melihatku berangkat kerja…

Namun nenek ku tahu ajal tak mengenal waktu,

Ia tak menunggumu..

Ia tak juga menungguku…

Ia hanya tahu waktu kau harus pergi.

Kembalilah padaNya nenekku..

Semoga kau tenang disisiNya. Amin.

Cucumu yang mencintaimu, Wieta.